Rima Mashiro - Shugo Chara

Rabu, 21 Maret 2012

Bertemu Lady Raffles



Nisan-nisan di Museum Prasasti itu berhias patung-patung cantik. Alyssia asyik mengagumi satu patung malaikat. 
Bertemu Lady Raffles
Ilustrasi: Yoan
Tiba-tiba terdengar suara tawa teman-teman sekelasnya di nisan yang lain. Alyssia menunduk sedih.
Teman-temannya itu berpindah mengamati nisan lain tanpa mengajaknya. 
Memang Alyssia adalah murid pindahan di sekolahnya. Namun, ia sudah pindah sejak enam bulan lalu dan sampai sekarang masih belum punya teman.
Tawa Dania terdengar riang berderai. Alyssia semakin sedih.
Dania bahkan baru sebulan lalu pindah ke sekolahnya, tetapi sudah bisa berbaur dengan teman-temannya.
Padahal Dania itu anak yang biasa-biasa saja dari orang tua yang biasa-biasa saja.
Berbeda dengan Alyssia yang papanya diplomat dan sering tugas ke luar negeri. 
Bukannya menyusul ke tempat teman-temannya berkumpul, Alyssia malah memisahkan diri.
Ia berjalan pelan menyusuri deretan nisan yang lain. Hati kecilnya berharap, teman-temannya akan memanggil dan mengajaknya bergabung. 
“Ups! Awas, gadis kecil!” Alyssia tersentak.Karena sibuk melamun, nyaris ia menabrak seorang wanita bule cantik bergaun putih.
“Maaf,” ucap Alyssia pendek, sambil melanjutkan langkahnya.
“Teman-temanmu tidak akan memanggil dan mengajakmu bergabung kalau kau muram begitu,” kata wanita itu. Langkah Alyssia terhenti. Bagaimana wanita itu bisa tahu apa yang ia pikirkan?
Wanita itu tersenyum dan mengulurkan tangannya, “Namaku Olivia Marianne.” Dengan ragu-ragu, Alyssia menyambut uluran tangan itu sambil menyebutkan namanya.
“Seperti yang bisa kamu lihat, aku ini orang asing di Indonesia. Aku di sini menemani suamiku bertugas. Awal-awal aku tinggal di sini, aku kesepian sekali. Semua hanya bersikap sopan kepadaku, tetapi tidak akrab.
Ternyata itu karena aku sendiri yang menjaga jarak dari mereka. Mereka mengiraku sombong dan tidak mau bergaul dengan mereka!”
Ibu Olivia berhenti sebentar untuk menarik nafas. “Untung itu tidak bertahan lama. Aku sering mengadakan pesta di rumahku dan mengundang ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumah kami.
Semua, tanpa kecuali. Mau kaya, mau miskin, mau cantik, jelek, aku sapa mereka semua satu per satu, dan mengajak mereka mengobrol. Lama-lama, aku jadi kenal mereka semua, dan mereka semua mengenalku. 
Bertemu Lady Raffles
Ilustrasi: Yoan
Saat aku jalan-jalan keluar rumah, mereka menyapaku dengan ramah. Aku senang sekali!”
Alyssia terdiam mendengar cerita itu. Apa jangan-jangan… ia tidak punya teman karena ia menjaga jarak dari mereka? Tapi masa’ sih?
“Kadang-kadang kita tidak sadar kalau kita menjaga jarak dan tidak ramah. Itu sikap yang wajar saat kita berada di tempat yang baru. 
Nah, kita sendiri yang harus ingat untuk selalu ramah dan terbuka pada orang-orang di tempat baru,” pesan Ibu Olivia sambil menepuk bahu Alyssia dengan ramah.
Lalu Ibu Olivia membalikkan tubuhnya dan menghilang di balik pepohonan. Alyssia bimbang sejenak, ia menoleh ke arah teman-temannya yang masih asyik bercanda di antara mereka sambil mengamati sebuah makam.
Dengan ragu ia langkahkan kaki ke tempat mereka. “Emmm… kalian… lagi lihat apa, sih?” Tanya Alyssia pelan.
“Alyssia! Lihat, ada makamnya istri Sir Raffles. Itu, lo, yang bikin jalan Anyer-Panarukan,” jawab Dania sambil menarik tangan Alyssia dengan ramah mendekati makam itu.
“Katanya Raffles sayang banget sama istrinya ini. Di Bogor dibuatkan monumennya, lo!” sahut Reina.
“Aku pernah baca, istrinya Raffles ini dekat sama orang-orang pribumi. Dia tidak sombong dan ramah. Suka mengadakan pesta di rumahnya dan mengundang orang-orang dari kalangan mana saja. 
Jarang sekali istri pejabat Belanda yang seperti itu,” sambar Devita yang rajin membaca. Alyssia sekali lagi terdiam. Tampak jelas di makam itu terukir nama Olivia Marriane Raffles.
(Pradikha Bestari/Kidnesia.com/ ilustrasi: Yoan)
copyright by : jessica ferdy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar