Rima Mashiro - Shugo Chara

Rabu, 21 Maret 2012

Misteri Kertas Contekan di Situ Bagendit



Hore! Liburan datang! Dido yang nilai rapornya bagus diberi hadiah berlibur ke Garut. Dido senang sekali. Ia pergi bersama papa dan kakaknya, Mas Bagas. 
Sore itu mereka pergi piknik ke Situ Bagendit. Situ atau danau itu cantik sekali.
Menurut cerita setempat, Situ Bagendit itu muncul karena seorang lintah darat kaya bernama Nyai Endit mengusir seorang pengemis tua.
Dari tongkat yang ditancapkan pengemis tua itu keluarlah air bah yang menelan Nyai Endit dan anak buahnya dan menjadi suatu danau.  
Kononnya lagi,
Situ Bagendit
Ilustrasi: Yoan
Nyai Endit berubah menjadi lintah yang hidup di dasar situ! Hiiii… Dido, kan, paling takut sama lintah. Dido mendengarkan cerita itu sambil terus makan.
Selesai makan, mereka berfoto-foto, meninggalkan tas piknik mereka begitu saja di tepi danau. Saat kembali lagi, hiiiii… tempat mereka piknik kotor sekali!
Terutama di bagian Dido tadi duduk. Ada kertas-kertas berserakan dan yang paling parahnya, ada lintahnya! Dido sampai menjerit-jerit ketakutan.
Dengan beraninya, Mas Bagas menyingkirkan lintah-lintah itu. Sementara itu, Dido mengambil kertas-kertas yang berserakan. Rasanya dia kenal kertas itu.
Deg! Hati Dido seperti berhenti berdetak. Itu kertas-kertas contekan ulangannya!
Ya, Dido memang tidak jujur. Untuk ujian cawu kemarin, Dido memaksa teman-temannya memberinya kertas contekan. Kertas-kertas contekan itu jelas sudah dibuangnya. Namun, kenapa sekarang ada di sini?
“Kertas apa itu, Do?” tanya Mas Bagas. “Eeeeng… enggak, bu… bukan kertas apa-apa, kok,” ucap Dido sambil buru-buru memasukkan kertas-kertas itu ke dalam tasnya.
Sesampai di villa, Dido memeriksa lagi kertas-kertas itu. Dido mengamati satu kertas berwarna pink. Kertas warna pink itu hanya dimiliki Ami. Ami memberinya contekan ujian matematika.
Kertas berikutnya adalah kertas contekan ujian bahasa inggris. Ini benar tulisan Sandi. Tulisannya khas, huruf g-nya selalu melengkung ke atas. Kertas contekan ujian IPA ini juga jelas berasal dari Teto.
Teto yang gila robot-robotan selalu menggambar robot di sudut kertas. “Didooo, mandi!” Panggilan Mas Bagas itu nyaris membuatnya Dido terlompat.
Segera ia jejalkan kertas-kertas itu ke dalam tasnya. Di kamar mandi, kejutan lain menanti Dido. Ada lintah menempel di dinding!
Dido berteriak hendak memanggil Mama, tetapi tidak bisa. Srut… srut… seekor lintah lain muncul dari saluran air. Aaaahh! Dido ketakutan dan jijik sekali. Sret… srett… astaga! Ada lintah yang juga menempel di dalam dinding bak.
Tiba-tiba Dido merasa ada yang menyentuh tengkuknya.  “Aaah!” Sontak Dido menjerti panik, ia langsung berpaling menghadap ke pintu. 
Hwaaaa… Di pintu pun ada seekor lintah! Lintah yang di pintu itu besar sekali! Besarnya nyaris selebar daun pintu. Nyaris pingsan Dido melihatnya.
Srrrk… dari atas lubang pintu muncul sehelai kertas. Astaga kertas contekan itu lagi! Rupanya kertas itu yang tadi mengenai tengkuk Dido. Belum hilang kekagetan Dido, pet! Lampu kamar mandi mati.
“Mas Bagaaas! Papa! Tolooong! Toloooong!” Jerit Dido ketakutan.  Pintu kamar mandi terbuka. Papa dan Mas Bagas ada di baliknya. Dido berlari keluar dan langsung memeluk mereka berdua.
“Huhuhuu… Dido mengaku! Dido kemarin mencontek waktu ujiaan!” Seru Dido berulang-ulang. Papa jelas kebingungan, sementara Mas Bagas malah tersenyum maklum.
Ya, Ami, Sandi, dan Teto memang mengadukan soal kecurangan Dido kepadanya. Makanya, ia lalu mengatur agar mereka pergi ke Situ Bagendit dan mendengar cerita soal Nyai Bagendit.
Tindakan Dido tak ubahnya tindakan Nyai Bagendit. Bedanya ia lintah contekan. Kalau Nyai Bagendit memaksa diberi hasil panen, Dido memaksa diberi contekan.
Mas Bagas juga yang mencari-cari kertas contekan Dido dan membawanya ke Garut dan menaruhnya menyebar di tempat piknik mereka tadi. Mendengar pengakuan Dido dan penjelasan Mas Bagas, Papa marah sekali.
Sebagai hukumannya, liburan Dido akan diisi oleh pelajaran tambahan. Dido berjanji untuk tidak mengulangi tindakannya lagi. 
Ssstt… Mas Bagas juga tidak luput dimarahi oleh Papa. Soalnya, kan, bahaya bermain-main dengan lintah. Kalau Dido terhisap lintah betulan, bagaimana?
Mas Bagas membela diri. Ia hanya memasang lintah mainan di ransel Dido tadi sore. Makanya ia dengan beraninya mengusir lintah-lintah itu.
Wajah Dido langsung memucat. Lalu, bagaimana dengan lintah raksasa di kamar mandi itu? Sayup-sayup terdengar riak ombak di Situ Bagendit. 
(Pradikha Bestari/Kidnesia.com/ilustrasi: Yoan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar